Selamat Datang di Situs Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kabupaten Sukabumi Jawa barat. IPI sebagai wadah perjuangan dalam meningkatkan kemampuan profesi dan kesejahteraan penilik.

24 September 2008

KABID PNF KAB SUKABUMI BUKA BERSAMA DENGAN MITRA

Dalam rangka agenda kegiatan Romadhon 1429 H Kabid PNF Dinas P dan K Kabupaten Sukabumi Drs.Haji Ardiana Trisnawiana,MM gelar buka bersama dengan Mitra Forum PNF ( PKBM, IPI, Kelompok Kerja Penilik Dikmas, Kelompok Kerja Penilik Kesetaraan, Kelompok Kerja Penilik PAUD, HIMPAUDI, dan HIPKI). Hal ini dilaksanakan agar terjalin silaturohim antara Birokrasi dan organisasi PNF sehingga diharapkan jalinan ini akan membuahkan hasil kinerja yang saling mengisi demi tercapainya tujuan Pendidikan Non Formal khususnya di Kabupaten Sukabumi. Buka bersama ini dilaksanakan pada hari Selasa, 23 September 2008 atau hari ke 23 di bulan Romadhon 1429 H bertempat di luar kantor yaitu di salah satu tempat lesehan di Sukabumi dengan maksud agar pertemuan tersebut benar-benar dapat dirasakan dalam suasana kekeluragaan, dan Kabid sendiri didampingi semua stafnya (Kasi Kesetaraan, Kasi Dikmas dan Kasi PAUD). Disela-sela menjelang buka bersama Kabid menyampaikan beberapa infromasi tentang Programnya PNF, salah satunya PNF kedepan harus lebih maju, hal ini setiap bidang kegiatan (Dikmas, Kesetaraan dan PAUD) perlu lebih ditingkatkan pembinaannya yang optimal yang di iringi dengan perhatian yang serius, oleh karena itu kabid mencoba mengusulkan melalui Renstra 2009 kedepan setiap lembaga PNF yang ada perlu mendapat bantuan dana yang merata, ........semoga.

23 September 2008

Penyandang Buta Aksara ditargetkan Turun Jadi 5 Persen pada 2009

Denpasar, Senin (8 September 2008) -- Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengatakan, penyandang buta aksara usia 15 tahun ke atas harus diturunkan menjadi lima persen atau 7,7 juta manusia pada 2009 dari 10,21 pesen atau 15,4 juta penduduk pada 2004. Target ini, kata Mendiknas, enam tahun lebih cepat dari target negara - negara anggota UNESCO yang tergabung dalam forum Dakkar.
"Per Agustus 2008 angka buta aksara sudah turun menjadi 6,21 persen laki - laki dan perempuan. Saya berharap pada akhir 2008 buta aksara bisa mendekati sekitar enam persen. Tahun 2009 kita tinggal menyelesaikan satu persen sisanya, sehingga bisa di bawah lima persen," katanya pada Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-43 di Gedung Ksrirarnawa Taman Budaya, Denpasar, Bali, Senin (8/09/2008).
Hadir pada acara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono, Wakil Gubernur Bali Anak Agung Ngurah Puspayoga, para pejabat eselon I lingkup Depdiknas, serta para gubernur, bupati, dan walikota penerima penghargaan anugerah aksara.
Mendiknas menyebutkan, secara umum provinsi - provinsi yang masih relatif banyak buta aksaranya yakni, Banten, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Papua Barat, Papua dan Sumatera Selatan. "Oleh karena itu, maka pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah bermitra dengan masyarakat melakukan pemberantasan buta aksara," katanya.
Mendiknas mengatakan, berbagai macam strategi dilakukan untuk memberantas buta aksara diantaranya melalui pendidikan kecakapan hidup, menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar, dan program kuliah kerja nyata (KKN) tematik mahasiswa. "Di Bali ini misalnya, pemberantasan buta aksara dilakukan Bale - Bale Banjar dan itu terbukti juga efektif," katanya.
Meutia mengatakan, prioritas Kementerian Negara Pemberdayaan perempuan adalah mengatasi kemiskinan kaum perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Dia menyebutkan, masih ada sembilan provinsi di Indonesia merupakan penyumbang buta aksara perempuan terbesar yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Banten, dan Kalimantan Barat.
Anak Agung mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD pada tahun anggaran 2009. Dia menyebutkan, titik tolak implementasi program meliputi pendidikan berkualitas, subsidi bagi masyarakat yang tidak mampu untuk membebaskan masyarakat Bali dari putus sekolah dan buta aksara. Program lainnya, kata dia, adalah mencanangkan secara bertahap memberikan bantuan operasional sekolah untuk jenjang sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pada kesempatan yang sama Mendiknas memberikan anugerah aksara kepada masing - masing Gubernur Sulawesi Utara, Gubernur Sulawesi Tengah, dan Gubernur Bali. Anugerah aksara juga diberikan kepada sebanyak 38 bupati, delapan walikota, dan tujuh tokoh masyarakat yang menunjukkan komitmen tinggi terhadap program pemberantasan buta aksara.***
Sumber: Pers Depdiknas
Diperoleh dari : http://www.depdiknas.go.id/

17 September 2008

Penilik Menyongsong Era Globalisasi

Sawangan, 9 September 2008. Ikatan Penilik Indonesia (IPI) yang dikomandoi oleh Drs. Endro H, M.Pd berkesempatan mengundang seluruh Pengurus DPD dari seluruh Indonesia dalam acara Workshop dan Pelatihan Pembuatan Web Site Organisasi dan Blog dari tanggal 9 s.d. 14 September 2008 di P4TK Bahasa.
Pada acara yang dihadiri hampir sebanyak 26 Pengurus DPD dari seluruh Indonesia, Ketua Umum IPI dalam laporannya mengatakan bahwa hal yang menjadikan alas an kegiatan IPI ini berorientasi dengan Diklat TI khususnya Web dan Blog adalah IPI menganggap pentingnya penggunaan web dan blog sebagai merdia informasi, terlebih lagi saat ini merupakan era teknologi informasi, sehingga penguasaan teknologi informasi khususnya internet merupakan salah satu hal yang mau tidak mau harus dikuasai Penilik sebagai penjamin mutu dari pendidikan nonformal.
Dirktur PTK-PNF, Erman Syamsuddin, yang diminta untuk dapat membuka acara tersebut sekaligus memberikan arahan tentang informasi terbaru perkembangan Penilik. Dalam arahannya Erman mengatakan menurut data yang ada saat ini per Juli 2008 yang sudah menjadi S1 sesuai dengan tuntutan PP 19/2005 sebanyak 41.21 % dari 7.171 orang, sedangkan berdasarkan gender hanya 15,83% yang berjenis kelamin wanita.
Bila diihat dari sisi kualifikasi ternyata masih banyak Penilik yang belum S1, sudah barang tentu ini akan bermasalah dengan tupoksi dari Penilik sebagai penjamin mutu dari program maupun PTK-PNF yang ada. Hal ini amat berbeda dengan Pengawas yang selama ini menjadi patokan dari Penilik untuk disamakan yang hampir semuanya sudah S1. Belum lagi dari sisi gender yang ternyata lebih dominan laki-laki daripada wanita. Erman juga menyayangkan pengangkatan Penilik oleh Pemerintah Daerah selama ini ternyata ini yang tidak mengikuti peraturan yang telah ditetapkan bahwa Penilik itu diangkat setelah mempunyai pengalaman sebagai Pamong Belajar, dsb. Ini amat penting berkaitan dengan tupoksi dari Penilik yang lebih kepada sebagai penjamin mutu dari Pendidikan NonFormal. “Jangan sampai menjadi penerimaan Penilik ini menjadi “Terminal Becek”, “isitilah Erman.
Setelah itu Erman memaparkan 2 (dua) permasalahan besar yaitu Penilik seperti BUP dan tunjangannya, ini semua tidak terlepas juga dari isu-isu yang lain seperti pengangkatan Penilik yang tidak sesuai dengan harapan, Penilik yang tidak mengetahui tupoksinya, dan lain sebagainya. Kemudian ia juga menjelaskan begiru kerasnya upaya dari Pemerintah untuk dapat mensamakan BUP dan tunjangan Penilik dengan Pengawas.
Saat ini langkah terakhir untuk dapat mengangkat Penilik adalah dengan cara merevisi Kepemenpan Nomor 15/2002, beberapa substansi yang akan direvisi antara lain adalah: (i) Tupoksi Penilik yang kembali lebih ditegaskan lagi sebagai Pengendali Mutu; (ii) Pangkat tertinggi Penilik sampai dengan IV/e; (iii) Penilik terbagi menjadi 3, yaitu Penilik PAUD, Penilik Kesetaraa dan Penilik Keaksaraan, Diklat serta Kursus; (iv) Kualifikasi Penilik harus S1; dan (iv) Sebelum diangkat menjadi Penilik harus berpengalaman PB, Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas.
Namun, ketika dalam rangka revisi Kepmenpan tersebut dilakukan uji petik oleh Menpan guna mendapatkan masukan untuk implementasi uraian tugas Penilik sesuai dengan kondisi real di lapangan. Kegiatan yang dilaksanakan dari bulan April s.d. Mei 2008 dengan sasaran ujicoba sebanyak 6 Provinsi, 60 orang, yang bertujuan mensikronkan usulan angka kredit masing-masing uraian tugas dengan kondisi real di lapangan.
Hasil dari uji petik yang dilakukan Menpan tersebut ternyata ada beberapa hal pokok yang menjadi perhatian yaitu hasil dari masukan Penilik berdasarkan instrument yang ada ternyata lebih bersifat improvisasi, tidak mengacu kondisi real di lapangan. Kemudian, terlihat bahwa Penilik untuk masing-masing unsure waktunya terlihat bebas dan tidak ada aturan yang mengikat, padahal salah satu unsur yang dinilai dalam pemberian tunjangan adalah waktu bekerja di lapangan. Ini semua berdampak kepada semakin lamanya keluar revisi Kepmenpan 15/2002, padahal revisi inilah yang akan menjadi acuan dalam memperjuangkan nasib dari Penilik.
Selanjutnya, untuk mendapatkan masukan-masukan dari daerah maka diadakan diskusi dan tanya jawab seputar permasalahan dan kritikan bagi Penilik. Terungakap bahwa sampai saat ini di lapangan, masih terdapat Penilik dengan sebutan yang beragam, seperti Penilik PAUD, Penilik Dikmas, Penilik Keolahragaan, dsb, kiranya ini dapat ditertbikan sesuai dengan peraturan yang ada. Lalu, di daerah ternyata diklat yang diperuntukkan untuk Penilik masih kurang, padahal ini amat penting, utamaya banyaknya Penilik yang baru diangkat sehingga belum mengetahui tupoksi mereka dengan jelas. Belum lagi pengangkatan Penilik yang sepertinya masih asal comot, belum ada standar pengangkatan yang betul-betul jelas seperti halnya yang ada pada Pengawas.
Salah satu dari peserta merasa bahwa ada penanganan terbalik antara Penilik dengan Pengawas, menurut mereka Pengawasa dulunya juga nasibnya seperti Penilik, akan tetapi Pemerintah tetap memperjuangkan mereka terlebih dahulu baru kemudian mememenuhi semua persyaratan-persyaratan. Kiranya harapan dari sebagian Penilik agar ini terjadi juga kepada mereka. Pada dasarnya mereka juga menyadari kekurangan-kekurangan yang ada pada Penilik, seperti banyaknya Penilik yang belum mengetahui tupoksinya, kualifikasi Penilik yang masih kurang, jam kerja yang belum terukur, dsb, dsb.
Harapan mereka alangkah baiknya Pemerintah berupaya untuk tidak menjadikan itu sebagai hambatan akan tetapi sebagai tantangan ke depan, karena menurut mereka juga, kekurangn-kekurangan yang terjadi bukan salah Penilik saja akan tetapi kesalahan pengangkatan Penilik oleh Pemda yang tidak sesuai aturan, kurangya diklat yang diadakan oleh Pemda dan Pemerintah Pusat, dsb, dsb. Bahkan menurut salah satu dari peserta mengharapkan agar lebih terlihat kerja dari Penilik ini di lapangan untuk segera dibuatkan instrument-instrumen guna mengetahui peningkatan mutu baik tenaga kependidikan maupun programnya. Selama ini belum ada instrument yang pasti bagi Penilik dalam melakuakan kepenilikan, dengan adanya instrument-instrumen ini juga diharapkan adanya kejelasan dalam jam kerja yang nantinya akan terdokumentasikan dengan baik dalam instrument tersebut.
Dalam tanggapannya Erman kembali menegaskan bahwa sesungguhnya untuk urusan pengangkatan Penilik sepenuhnya wewenang Pemda, walau demikian Pusat sudah mengaturnya dalam peraturan-peraturan yang harus dipenuhi, bahkan nantinya jika revisi Kepmenpan No 15/2002 sudah disetujui akan semakin memperjelas mekanisme pengangkatan Penilik.
Tujuan dari uji petik yang dilakukan Menpan adalah untuk mendapatkan rasionalisasi tupoksi dari Penilik dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada Kepmenpan 15/2002 sehingga diharapkan akan ditemukan sebuah formulasi yang bisa menjadi Penilik itu sama dengan Pengawas baik BUP maupun tunjangannya. Oleh karena itu, Penilik harus bisa berjuang keras guna bisa mencapai target-target yang harus dicapai untuk mendapat BUP dan tunjangan yang sesuai juga.
Memang tidak bisa dipungkiri banyaknya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Pemda dalam pengangkatan Penilik, sebagai contoh, sudah jelas bahwa Penilik itu harus S1, tapi kenyataannya bahwa banyak diantara mereka yang tidak melakukannya. Walau demikian Direktorat sudah mencoba menggunakan beberapa treatment untuk dapat mengejar ketertinggalan tersebut, yaitu dengan system konversi hasil diklat.
Untuk kesejahteraan juga agar disepakati peran dari Pemerintah Daerah dioptimalisasikan lagi, ini penting guna mencapai tingkat kesejahtaeraan terbaik bagi Penilik, sekaligus mendukung tupoksi mereka sebagai pengendali mutu dari program maupun ketenagaan dari Pendidikan NonFormal.
Dalam akhir sambutannya Erman betul-betul mengharapkan peran aktif dari IPI sebagai wadah perjuangan Penilik di seluruh Indonesia agar terus memperjuangkan Penilik.
(Kosasih)

Diperoleh dari http://www.jugaguru.com/news/43/tahun/2008/bulan/09/tanggal/10/id/794/