Kabid PNF Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi H. Tubagus Wahid Ansor, S.Pd. M.Si Rabu, 6 April 2011 membuka acara Sosialiasi Pengarusutamaan Gender (PUG) di SMP Negeri 2 Cicurug, acara tersebut dihadiri oleh 50 orang peserta diantaranya Guru-guru, pengurus Komite Sekolah dan perwakilan siswa siswi. Tema yang diangkat “Dengan Sosialisasi PUG Kita kembangkan kurikulum berbasis kesetaraan dan keadilan gender di Sekolah Pertama” hadir pula Kasi Dikmas Bidang PNF Dra Een Sumirat Abdilah,M.Pd selaku ketua Panitia, dan Narasumber Dra Hj.Nike dari SMA Negeri Cisaat Sukabumi.
Kabid PNF mengatakan Kesetaraan dan keadilan gender dapat diintegrasikan melalui tugas dan fungsi (tupoksi) sekolah dalam menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah yang meliputi komponen-komponen pengelolaan proses belajar mengajar; perencanaan, evaluasi, dan supervisi; pengelolaan kurikulum dan pembelajaran; pengelolaan ketenagaan; pengelolaan fasilitas; pengelolaan keuangan; pelayanan siswa; peran serta masyarakat; dan pengelolaan budaya sekolah. Dengan harapan melalui sosialisasi PUG ini peserta yang hadir dapat mentransformasikan kembali kepada yang lain, mengingat dana yang terbatas.
Dan Kasi Dikmas dÃsela sambutannya menyampaikan bahwa Manajemen Berbasis sekolah dapat dikatakan berhasil jika didukung oleh beberapa indikator kesetaraan dan keadilan gender diantaranya :
A. Indikator Manajemen Sekolah; yakni :
1) Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peran yang sama atau setara dalam mengendalikan sistem pendidikan di sekolah.
2) Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peran yang sama atau setara dalam membina, mengarahkan dan melaksanakan pelayanan pendidikan di sekolah dan dapat memperoleh manfaat yang sama dari kesempatan dan peran tersebut.
3) Sekolah menghargai adanya karakter kerja, kesempatan dan tugas kultur yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan pribadi maupun dalam menjalankan tugas kedinasan.
4) Data dan informasi yang digunakan oleh guru dan kepala sekolah terpilah antara laki-laki dan perempuan, dan digunakan untuk analisis pendidikan yang berpihak pada laki-laki dan perempuan secara seimbang.
5) Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk menempati jabatan struktural dan/atau jabatan fungsional di sekolah, melakukan pengendalian terhadap program serta memperoleh manfaat yang sama.
6) Sekolah memiliki sarana-parasarana yang dapat diakses oleh serta memenuhi kebutuhan khusus laki-laki dan perempuan, seperti: kamar mandi, lapangan olahraga, alat-alat olahraga, pakaian olahraga, kamar ganti, bangsa, dsb.
B. Indikator Model Pembelajaran yang Responsif Gender:
1) Peserta didik perempuan dan laki-laki memperoleh akses, partisipasi, dan manfaat yang sama dari kegiatan belajar di sekolah, dengan mengakomo-dasikan perbedaan konstruksi gender mereka dalam proses pembelajaran di sekolah.
2) Peserta didik perempuan dan laki-laki memperoleh hak dan kewajiban yang sama dalam belajar di sekolah, misalnya sama-sama dapat belajar secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
3) Peserta didik laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan cara yang efektif untuk berbagi pengalaman hidup yang cenderung memiliki pengalaman yang berbeda.
4) Berkurangnya pola-pola dan perilaku sekolah yang dapat memarginalkan salah satu jenis kelamin; misalnya adanya kebebasan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam memilih pelajaran sesuai minat dan bakat.
5) Peserta didik laki-laki dan perempuan yang memiliki kesulitan belajar memperoleh pelayanan yang baik dan bermutu dari tenaga pendidik.
6) Peserta didik laki-laki dan perempuan memiliki pilihan peran yang beragam dibandingkan dengan peran-peran tradisional mereka dengan tanpa hambatan budaya dalam kehidupan mereka melalui pembel-ajaran di sekolah.
7) Bahan ajar yang ada di sekolah seperti buku teks pelajaran, buku pengayaan, buku bacaan, serta bahan dan alat peraga pengajaran terbebas dari materi yang memuat ‘gender stereotype’ .
C. Indikator Peran Serta Masyarakat dalam Mewujudkan Sekolah Responsif Gender:
1) Komite sekolah memberikan peluang yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam mengisi kepengurusan dalam Komite Sekolah tersebut secara proporsional.
2) Tersedianya akses informasi kepada anggota masyarakat laki-laki dan perempuan secara seimbang mengenai hak dan tanggung jawab mereka sebagai bagian penting dari satuan pendidikan.
3) Semakin berkurangnya peran-peran stereotype perempuan dan laki-laki dalam kepengurusan dan kegiatan komite sekolah.
4) Terdapat kesetaraan dalam pembagian peran dan tanggung-jawab untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara seimbang antara laki-laki dan perempuan.
5) Terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan Komite Sekolah.
6) Semakin besarnya peluang yang sama (antara laki-laki dan perempuan) dalam mengemukakan gagasan, pendapat, dan ide-ide yang ramah terhadap perbedaan.
7) Semakin seimbangnya fungsi kontrol antara laki-laki dan perempuan dalam penyusunan RPS dan RAPBS.
8) Pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis tanpa diskriminasi gender.
9) Diberikan kesempatan secara proporsional antara laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan.
10) Digunakannya instrumen evaluasi dan monitoring yang tidak bias gender terhadap pelaksanaan manajemen pendidikan di sekolah;
11) Tersedianya informasi tentang kegiatan sekolah dan kemajuan serta kesulitan belajar siswa di sekolah untuk diakses oleh orangtua; dan
12) Peserta didik laki-laki dan perempuan memperoleh hak yang seimbang dalam pembimbingan belajar anak di rumah untuk mendukung kegiatan belajar di sekolah.
Ditulis oleh Pri.
0 komentar:
Posting Komentar